
Menurut Anda, apakah naiknya harga rokok akan menurunkan konsumsi rokok?
Di seluruh dunia sudah dibuktikan. Itu menyebabkan orang berpikir. Jadi, kalau harganya murah, orang beli rokok juga sepuas-puas dia saja. "Kan tidak mengganggu ekonomi saya." Ibaratnya begitu.
Padahal, menurut Badan Pusat Statistik, kebutuhan pengeluaran keluarga Indonesia nomor satu tertinggi untuk beras, nomor dua untuk rokok. Barangkali, kita belajar juga dari seluruh dunia. Bahwa harga menyebabkan orang berpikir untuk mengonsumsi rokok.
Bagaimana perbandingan harga rokok di Indonesia dengan negara lain?
Di Australia, rokok Indonesia—kemarin sebelum harga baru—itu 8,5 dolar AS. Artinya, Rp 115 ribu per bungkus. Rokok yang kita jual di Salemba (Jakarta) hanya Rp 18 ribu. Di sana, bisa Rp 115 ribu sampai Rp 120 ribu. Di Singapura, 7,5 dolar AS atau Rp 100 ribu. Padahal, sebelum menyeberang, di Batam harganya hanya Rp 18 ribu. Tapi, sampai di Singapura, harganya melonjak.
Indonesia merupakan negara yang konsumsi narkoba terbesar di Asia. Mengapa? Karena pintu masuk untuk itu sudah terbuka lebar melalui konsumsi rokok yang begitu liberal, begitu bebas.
Apa dampaknya bila harga rokok dinaikkan?
Langkah pertama yang terbaik saat ini, membikin harga rokok selangit. Oleh karena yang paling banyak merokok adalah orang miskin. Kalau nelayan-nelayan kita melaut, paling tidak mempunyai persediaan dua atau tiga bungkus.
Jadi, uang yang dia dapat Rp 100 ribu, Rp 60 ribu atau Rp 55 ribu di antaranya digunakan untuk membeli rokok. Dia bawa pulang untuk anak istrinya Rp 40 ribuan. Sekarang, dia mikir. Kalau tetap menyediakan tiga bungkus rokok, habis penghasilan dia.
Nah, dengan cara begitu, mengedukasi rakyat supaya berpikir untuk tak membelanjakan semua kemampuan keuangannya untuk rokok.
Berapa besar keuntungan yang negara peroleh bila melonjakkan harga rokok?
Saya yakin, kalau pemerintah nanti sudah memperkuat itu dengan peraturan menteri keuangan atau menteri perdagangan, niscaya konsumsi rokok kita berkurang, berangsur-angsur juga, pengeluaran BPJS Kesehatan itu juga baik, tak bengkak lagi.
Sekarang pengeluaran negara sekitar Rp 20 triliun, hampir Rp 17 triliunnya untuk menanggulangi penyakit-penyakit akibat rokok. Jadi, untuk yang lain-lain itu nggak kebagian.
Pengusaha mengkhawatirkan kenaikan harga rokok justru merugikan petani tembakau dan buruh pabrik. Komentar Anda?
Pengusaha, pemilik pabrik, kalau ditanya hati kecilnya, dia akan pesta yang terbesar, yang seumur hidup ia pernah lakukan. Karena, dengan harga sepertiga dari harga yang sekarang, dia sudah menjadi orang terkaya di Indonesia. Tak bisa digeser.
Kalau naik harganya, dua setengah kali lipat, dia makin melejit maju ke depan. Bisa-bisa dia mengalahkan orang terkaya dunia. Dalam hatinya, dia akan pesta besar, tapi dia diam-diam saja. Dia ingin menggunakan tangan orang lain untuk menobatkan dirinya 25 tahun berturut-turut dari sekarang tak bisa digeser sebagai orang terkaya di Indonesia.
Berarti, menaikkan harga rokok otomatis menguntungkan juga bagi pengusaha rokok?
Tentu. Diam-diam itu dia (pengusaha rokok) bersyukur banget dengan harga rokok murah, hanya 90 sen dolar. Dia sudah orang terkaya. Apalagi kalau dinaikkan? Tiga ratus persen dari sekarang kekayaan dia nanti. Oleh Hasanul Rizqa, ed: Ferry Kisihandi